Beberapa waktu yang lalu adhi dapat tugas dari Pak Halili, dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila, untuk nulis artikel aktual tentang sesuatu yang lagi blow up di Indonesia. Langsung aja deh terpikir tentang kasus KPK yang sampai saat ini terus bergulir. Menarik untuk diikuti bagaimana akhir cerita panjang ini. Berikut hasil tulisan adhi :

Ketika Bandit Berupaya Membeli Keadilan

Beberapa hari ini, berbagai media di Indonesia, baik cetak maupun elektronik sedang dibombardir oleh berita tentang upaya kriminalisasi KPK dengan otak utamanya yang diduga adalah Anggodo Widjojo, seorang pengusaha kaya raya asal Surabaya. Berbagai media tersebut memberitakan tentang alur dan rencana pembubaran KPK yang sudah diatur secara matang oleh Anggodo dan pihak-pihak yang terkait denganny. Upaya kriminalisasi KPK ini terbongkar setelah rekaman pembicaraan Anggodo Widjojo dengan beberapa pihak yang terkait tersebut, diperdengarkan dalam sidang uji materi Undang Undang KPK yang diadakan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 3 November 2009. Dalam rekaman berdurasi sekitar 4,5 jam tersebut didapat temuan bahwa Anggodo Widjojo diduga tengah menyiapkan upaya untuk membukarkan KPK dengan cara bersekongkol dengan beberapa pihak.

Terbongkarnya rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjojo dengan beberapa orang itu ikut menyeret beberapa pihak yang disebut-sebut dalam rekaman tersebut. Salah satunya adalah seseorang yang diduga sebagai Susno Duadji. Dalam rekaman tersebut, peran Susno Duadji adalah sebagai pengatur BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dilakukan penyidik-penyidik Bareskrim dan pengatur plot rekayasa kasus bersama tersangka korupsi radiokom Departemen Kehutanan dengan tersangka Anggoro Widjojo. Akibat dugaan keterlibatan dirinya dalam upaya kriminalisasi tersebut, Susno Duadji pun mundur dari jabatannya sebagai Kabareskrim Mabes Polri. Pihak lain yang diduga terlibat dalam upaya kriminalisasi KPK tersebut adalah Wakil Jaksa Agung Muda Abdul Hakim Ritonga. Ritonga disebut beberap kali dalam rekaman tersebut. Akibat dugaan keterlibatannya tersebut, Ritonga juga menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Wakil Jaksa Agung. Pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam upaya kriminalisasi KPK tersebut adalah : Ong Yuliana Gunawan, wanita yang masih misteri; Kosasih, Alex, dan Bonarang Situmeang, pengacara Anggodo; beberapa penyidik Mabes Polri; dan pejabat Kejaksaan Agung. Beberapa kutipan pembicaraan antara Anggodo dengan pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut :

“Aku lagi di Mabes nih, bang….”

“Aku lagi sama Jenderal….”

“Bikin yang kejam, bang…” [suara Anggodo kepada pengacara].

“Tersangka sudah ditahan. Menang kita…” [rekaman telepon yang ke-61].

Dalam rekaman itu, Anggoro Widjojo, kakak dari Anggodo Widjojo juga diketahui telah menyiapkan dana Rp 5 Milliar untuk kasus ini. Dalam satu kesempatan Anggodo menelepon Alex, dia menanyakan soal anggaran untuk mengangani kasus tersebut. Soal anggaran itu sebelumnya telah dibicarakan dengan Anggoro Widjojo. “Kalau Bonaran dapat Rp 2 miliar ya ketinggian dong” ungkapnya. Anggodo bermaksud bahwa anggaran tersebut seharusnya sudah meliputi uang yang dibagikan untuk kepolisian dan kejaksaan. Dia mengistilahkan borongan. “gua pikir-pikir maksudnya itu lo borongan sama Bonaran, polisi lo yang ganti, jaksa lo yang ganti. kalo ga gitu, berarti ga benar” ujarnya. Untuk mendapatkan kejelasan anggaran, Anggodo juga mengontak Bonaran Situmeang, pengacaranya. Soal ini, Anggodo dan Bonaran sempat terlibat adu mulut. “Saya pikir dia ada yang salah Bang (Bonaran), lawyer fee itu tidak sebesar itu. Karenanya harus dibicarakan” ungkap Anggodo.

Soal ini, Anggodo juga pernah mengibaratkan bahwa, seorang Anggoro pernah menolak pengacara sekaliber OC Kaligis karena mematok harga Rp 1 miliar. “kalau honor bang, tipe OC Kaligis saja minta 1 M dia tolak bang. mungkin ini ada kekeliruan, kalau itu dianggap sukses apa yang dikerjakan abang sama Alex” ujar Anggodo. Namun, Bonaran memastikan bahwa honor sebesar itu untuk membiayai banyak hal di antaranya, biaya operasional, success fee, lawyer fee, seperti dalam kutipan berikut “ada tiga biaya, 1 biaya operasional, kemudian ada fee lawyer artinya uang untuk kantor mengurus perkara ini. kita tidak cari duit lagi selain urus perkara ini. kemudian ada success fee” ujar Bonaran. Namun, Anggoro menilai dua pengacaranya tersebut tidak banyak berkontribusi dalam kasus tersebut. “Begini Bang, kalau honor sebesar itu istilahnya apa yang dikerjakan sama abang,” ujarnya.

Jelas, dalam rekaman tersebut, Anggodo dan Anggoro berupaya mengotak-atik dan mengatur pejabat-pejabat negara dalam penanganan kasus mereka dan berupaya membubarkan KPK. Dengan kekuatan uang yang mereka miliki mereka berpikir bisa membeli segala sesuatu dengan uang, termasuk keadilan. Sungguh ironis memang. Selain kasus di atas masih banyak kasus-kasus penyuapan lain yang menyeret beberapa pejabat tinggi.

Di tengah upaya penegakan hukum yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah, ternyata masih banyak orang yang berniat jahat dan memilki kekuatan finansial luar biasa yang mencoba membeli keadilan dengan uang mereka. Mereka seenaknya saja menyuap pejabat-pejabat untuk bertindak dan mengambil kebijakan sesuai keinginan mereka. Jika hal ini terus dibiarkan akan seperti Indonesia di masa yang akan datang ? Apakah keadilan sudah tidak bisa ditegakkan lagi ? Rasanya perlu adanya hukuman yang berat untuk orang-orang yang terlibat kasus penyuapan agar mereka jera. Jika hal ini terus dibiarkan maka Indonesia akan hancur dan tidak akan ada lagi keadilan di negeri ini.



Oleh : Adhi Wicaksono (09520241008)


0 Komentar